Minggu, 03 April 2011

Bakti Profesi


IDENTIFIKASI OPT DOMINAN PADA TANAMAN  PADI
DI DESA DHAMPULO KECAMATAN INGIN JAYA
ACEH BESAR
Eka Putra
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman padi merupakan salah satu komoditas pangan yang harus terpenuhi kecukupannya untuk menunjang kelangsungan hidup sebahagian besar penduduk Indonesia. Karena padi adalah bahan makanan pokok utama di Indonesia selain jagung, sagu dan sorgum. Negara-negara produsen padi di dunia sebagian besar terletak di Asia, termasuk Indonesia. Khusus untuk Indonesia, padi ditanam di seluruh daerah, mulai dari dekat pantai sampai ke daratan tinggi. Padi adalah tanaman unik karena dapat tumbuh dalam keadaan tergenang maupun pada tanah kering. Keberhasilan budidaya tanaman padi ditentukan oleh pertumbuhannya. Jika pertumbuhanna baik, maka hasil panen akan baik dan petani akan memetik keuntungan dari usahanya. Untuk pertumbuhan yang optimal padi memerlukan hara, air, dan energi. Serapan hara oleh tanaman padi dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain varietas, keadaan fisik tanah, iklim, status air tanah, pH, serta hama dan penyakit (Harahap & Tjahjono, 1889).
Salah satu upaya untuk mempertahankan kecukupan pangan adalah melalui pengendalian faktor-faktor pembatas. Salah satu faktor pembatas yang penting adalah serangan hama tanaman. Adapun hama-hama yang sering merusak tanaman padi dan menurunkan hasil produksi diantaranya adalah hama wereng coklat dan hijau, penggerek batang padi, ulat grayak, keong mas, tikus sawah, walang sangit, serta kepinding tanah yang merupakan hama utama yang merusak tanaman padi (Harahap & Tjahjono, 1889).
Bakti Profesi adalah kegiatan pengganti Kuliah Kerja Nyata, yang merupakan salah satu perwujudan dari Tri Darma Perguruan Tinggi yang merupakan usaha membantu pemerintah dalam mempercepat proses pembangunan desa khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya. Melalui Bakti Profesi ini diharapkan mampu  menghayati permasalahan yang dihadapi masyarakat melalui pengalaman langsung di lapangan dan membantu petani dalam melaksanakan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT).
            Pelaksanaan bakti Profesi di desa merupakan upaya yang tepat untuk mengabdikan ilmunya secara langsung kepada masyarakat sesuai dengan potensinya di bidang Ilmu Hama dan penyakit tumbuhan serta dapat menambah pengalaman dan pengetahuan.
1.2 Tujuan dan Manfaat
Tujuan kegiatan Bakti Profesi adalah untuk membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi petani khususnya mengenai OPT yang menyerang tanaman padi di desa Dhampulo Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar. Sementara itu, manfaat kegiatan Bakti Profesi adalah untuk memperluas pengetahuan, dan wawasan, baik bagi mahasiswa maupun petani mengenai OPT tanaman padi, sambil belajar berinteraksi dengan petani dan mengamalkan pengetahuan yang selama ini telah didapat di bangku kuliah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Walang Sangit
Walang sangit (Leptocorixa acuta) tergolong ke dalam famili Alydidae, ordo Hemiptera. Jika diganggu walang sangit akan meloncat dan terbang sambil mengeluarkan bau (Harahap & Tjahjono, 1989).
Walang sangit adalah salah satu hama utama padi. Hama ini biasanya tertarik pada nyala obor atau lampu. Selain itu, walang sangit juga menyukai bangkai binatang seperti bangkai burung, ketam, dan tikus. Keberadaannya dapat diketahui dengan adanya bau khas yang tersebar. Walang sangit juga dapat menyerang sorgum, tebu, dan gandum. Serangga ini aktif pada pagi dan sore hari, dan dapat terbang sangat jauh pada malam hari (Pracaya, 2007).
a. Morfologi dan Siklus Hidup
Imago walang sangit berwarna coklat, bertubuh langsing, kaki dan antenanya panjang. Walang sangit dewasa pandai terbang dan sering kali beterbangan di sekitar areal persawahan dan kebun. Walang sangit muda berwarna hijau dan tidak beterbangan seperti yang dewasa sehingga sukar dilihat karena menyerupai daun padi. Telur berbentuk bulat dan pipih serta berwarna cokelat. Telur diletakkan berbaris dan berjumlah 12 – 16 butir. Lama stadium telur adalah 7 hari. Walang sangit  mempunyai lima instar nimfa dan membutuhkan waktu 9 hari. Walang sangit biasanya bertelur pada sore hari atau senja. Umumnya telur diletakkan pada permukaan daun didekat malai yang segera muncul. Tujuannya agar pada waktu telur  menetas, ninfa segera dapat menghisap malai yang masih matang susu. Walang sangit bisa bertelur sekitar 100 butir selama hidupnya. Jarak bertelurnya kira–kira 2 atau 3 hari.Siklus hidup walang sangit sekitar 40 – 48 hari (Pracaya, 2007).
Sebelum tanaman padi ditanam atau  pada saat padi dalam masa vegetatif, imago dapat bertahan hidup pada gulma dan tumbuhan yang ada disekitar sawah. Imago walang sangit  baru mulai pindah setelah tanaman padi berbunga ((Harahap & Tjahjono, 1989).
b. Gejala Serangan  dan Kerusakan yang Ditimbulkan
Nimfa dan imago menghisap bulir padi pada fase matang susu. Serangga ini juga dapat menghisap cairan batang padi. Tidak seperti kepik lain, walang sangit tidak melubangi bulir padi pada waktu menghisap, tetapi menusuk melalui rongga di antara lemma dan palea. Nimfa lebih aktif daripada imago, tetapi imago dapat merusak lebih hebat karena hidupnya yang lebih lama (Harahap & Tjahjono, 1989).
Hilangnya cairan biji menyebabkan biji padi menjadi mengecil tetapi jarang yang menjadi hampa karena walang sangit tidak dapat mengosongkan seluruh isi biji yang sedang tumbuh. Jika bulir yang matang susu tidak tersedia, walang sangit juga masih dapat menyerang atau menghisap bulir padi yang mulai mengeras dengan cara mengeluarkan enzim yang dapat mencerna karbohidrat (Harahap & Tjahjono, 1989).
Dalam prosesnya walang sangit mengkontaminasi biji dengan mikroorganisme yang dapat mengakibatkan biji berubah warna dan rapuh. Kerusakan dalam fase ini lebih bersifat kualitatif. Pada proses penggilingan, bulir-bulir padi akan rapuh dan mudah patah. Walang sangit juga bisa menjadi vektor patogen  Helminthosporium oryzae (Harahap & Tjahjono, 1989).
c. Pengendalian
            Pengendalian walang sangit dapat dilakukan secara mekanis yaitu dengan menggunakan perangkap. Caranya, bangkai ketam (yuyu) ditancapkan pada belahan bambu di tengah tanaman padi. Bangkai ketam akan menarik walang sangit, setelah walang sangit berkumpul langsung ditangkap dan dibunuh. Selain itu, pengendalian secara mekanis juga dapat dilakukan dengan jaring pada sore hari saat padi sedang berbunga. Karena walang sangit tertarik pada cahaya, maka pada malam hari bisa menyalakan obor atau lampu untuk memperangkap walang sangit.
Pengendalian walang sangit juga dapat dilakukan secara biologi, yaitu menggunakan  parasitoid  Hadronotus leptocorisae, Ooencyrtus malayensis, Gryon nixonii, dan Telenomus corani, dan predator famili Reduviidae (Pracaya, 2007)
Pengendalian kimia juga merupakan alternatif pengendalian walang sangit. Pengendalian ini dilakukan apabila terdapat 2 ekor walang sangit per 16 rumpun padi. Pengendalian dilakukan pada saat padi berbunga serempak dan fase matang susu. Penyemprotan insektisida tidak boleh lagi dilakukan 2-3 minggu sebelum panen. Insektisida yang boleh digunakan antara lain: Bassa 50 EC, Marshall 200 EC, Dharmabas 500 EC, Dharmafur 3 G, dan Kiltop 50 EC (Pracaya, 2007).
2.2 Keong Mas
Keong mas (Pomecea canaliculata) merupakan salah satu hama penting pada tanaman padi di Indonesia. Keong mas juga menjadi hama utama di daerah Aceh, terutama pada areal sawah beririgasi. Tingkat serangan hama tersebut tergolong cukup tinggi. Serangan berat umumnya terjadi di persemaian sampai tanaman berumur dibawah 4 MST. Pada tanaman dewasa, gangguan keong mas hanya terjadi pada anakan sehingga jumlah anakan produktif menjadi berkurang.  Selain di Indonesia, keong mas juga ditemukan di Filipina, Kamboja, Thailand, dan Vietnam (Hamidy et al., 2003 ).
a. Morfologi dan Siklus Hidup
Perkembangan hama ini sangat cepat, dari telur hingga menetas hanya butuh waktu 7–4 hari. Satu ekor keong mas betina mampu menghasilkan 15 kelompok telur selama satu siklus hidup (60-80 hari), dan masing-masing kelompok telur berisi 300-500 butir. Seekor keong mas dewasa mampu menghasilkan 1000–1200 telur per bulan. Telur  diletakkan pada malam hari pada tumbuhan, galengan dan benda lain (seperti ranting, ajir, batu dan lain-lain) di atas permukaan air. Kelompok telur berwarna pink kemerah-merahan cerah dan menjadi jambon muda ketika akan menetas (Hamidy et al., 2003 ).
Indonesia merupakan negara yang mendapat gangguan hama keong mas yang signifikan. Tahun 1992 di Kabupaten Lampung Selatan, keong mas merusak tanaman padi seluas 400 ha dengan kepadatan populasi antara 2-32 ekor per meter persegi. Di Kabupaten Aceh Besar tahun 1998, keong mas menyerang tanaman padi lebih dari 10.000 ha. Hal yang sama juga terjadi di Aceh Utara dan Aceh Timur sehingga banyak tanaman padi gagal panen (Hamidy et al., 2003).
b. Gejala Serangan dan Kerusakan yang Ditimbulkan
            Keog mas menyerang tanaman padi sejak di persemaian maupun tanaman berumur di bawah 4 MST. Sedangkan pada tanaman tua (di atas 4 MST) keong mas cenderung merusak anakan padi. Keong mas memekan batang dan daun padi, pada serangan berat padi biasanya hanya tersisa pangkal batang dan akar. Keong mas dapat menyerang satu areal persawahan dalam waktu singkat. Peningkatan populasi hama keongmas sangat cepat. Keong mas hidupnya sangat tergantung pada air dan umumnya berkembang pesat pada areal yang tergenang. Apabila lahan berada dalam kondisi tergenang, keong mas akan berkembang cepat dan bila lahan dalam keadaan kering, hama ini masih dapat hidup dengan beristirahat di dalam tanah. Keongmas mampu bertahan hidup dalam tanah sampai 6 bulan lamanya, dan jika mendapat pengairan ia akan berkembang biak kembali (Hamidy et al., 2003).
c. Pengendalain
Hama keongmas termasuk sulit untuk dibasmi secara tuntas. Bila pengendalian dilakukan dengan menggunakan pestisida, keong mas memang dapat terbunuh, tetapi cangkang atau rumahnya akan tertinggal di dalam tanah dan menimbulkan masalah bagi petani yaitu melukai telapak kaki apabila petani masuk ke areal sawah, sehingga petani perlu kegiatan tambahan untuk mengumpulkan cangkang di areal yang telah diberi pestisida. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan (tahun 1999 dan 2000) menunjukkan bahwa pengendalian dengan bahan kimia, biologi, dan mekanik secara statistik tidak berbeda nyata. Hasil kajian terhadap lingkungan, kepraktisan kerja, mudah dilaksanakan, dan murah, maka pengendalian keong mas dianjurkan dengan cara pemungutan berkala (seminggu 3 kali), pemberian umpan perangkap, pemasangan perangkap telur, pengutipan telur, dan pelepasan itik ke lahan sawah. Beberapa cara pengendalian di atas, mampu mengendalikan perkembangan hama ini sehingga tidak menimbulkan kerusakan terhadap tanaman padi, dan populasinya berada di bawah ambang ekonomi (Hamidy et al., 2003).
2.3 Tikus Sawah
Tikus sawah (Rattus argitiventer) merupakan hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Kehilangan hasil gabah akibat serangan hama ini terjadi hampir setiap musim tanam sehingga mengakibatkan kerugian ekonomis yang tinggi, baik pada petani maupun tingkat nasional (Suhana et al., 2002).
Hama tikus memiliki kelebihan-kelebihan dibandingkan dengan hama yang lain. Tikus mempunyai mobilitas yang tinggi, mempunyai kemampuan merusak yang besar dalam waktu relatif singkat, tidak mudah percaya pada benda-benda yang tidak bisa mereka kenal, cerdik dalam menaggapi sesuatu, berkembang biak dan menghasilkan keturunan dengan cepat (Suhana et al., 2002).
a.  Morfologi dan Siklus Hidup
Tikus sawah termasuk binatang pengerat. Bentuk tikus sawah hampir sama dengan tikus rumah. Namun telinga dan ekor tikus sawah lebih pendek dibandingkan dengan tikus rumah. Panjang kepala badan dan tungkai belakang tikus dewasa 170-208 mm dan 34 – 43 mm. ekor lebih panjang dari pada tubuh dan kepala, jumlah puting susu 12, warna bulu putih keabuan, habitat disawah atau ditanggul-tanggul, telapak kaki 2 pasang terpisah satu pasang tidak pada telapak kaki depan (Anita, 2003).
Kemampuan perkembangbiakan dari tikus sawah cukup tinggi. Jumlah populasinya dapat meningkat pesat dalam waktu yang relatif pendek. Hal ini disebabkan startegi reproduksi tikus sawah bersifat eksponensial (Suhena et al., 2002).
Variasi jumlah anak tikus dari satu kelahiran antara 6-18 ekor dengan rata-rata 10,8 ekor untuk musim kemarau dan 10,7 ekor untuk musim penghujan, dengan perbandingan jenis kelamin yang dilahirkan atau seks ratio 1:1. Periode padi bunting merupakan awal musim perkembangbiakan tikus, yang ditandai dengan mulai aktifnya tikus jantan membuahi tikus betina yang selalu dalam keadaan aktif. Hal ini berarti dalam satu musim tanam, tikus betina dapat melahirkan 2-3 kali. Satu induk betina mampu menurunkan anak minimal 100 ekor hun. Tikus sawah memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terutama terhadap ketersediaan sumber pakannya (Anita, 2003).
b. Habitat, Daerah Penyebaran, dan Prilaku Makan
Habitat tikus umumnya di permukaan tanah, persawahan, padang rumput, perkebunan dan semak belukar. Daerah penyebarannya di kawasan Asia, meliputi Indocina, Thailand, Semenanjung Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Jawa, Filipina, dan Papua Nugini termasuk pulau-pulau diantaranya. Tikus sawah tergolong binatang pemakan segala jenis bahan makanan baik tumbuhan maupun daging (omnivora).
Biji-bijian merupakan jenis makanan yang paling disukai. Di samping itu, kepiting, udang, serangga, dan bagian tanaman lainnya juga menjadi bagian konsumsi tikus ini. Ada strategi yang dikembangkan tikus sawah agar tahan terhadap kelaparan. Saat ketersediaan pakan dalam jumlah melimpah, ia akan makan sebanyak-banyaknya untuk menimbun lemak dalam tubuhnya. Sehingga tatkala pakan dalam jumlah kurang mencukupi, cadangan lemak ini yang akan digunakan untuk mempertahankan hidupnya. Tikus sawah seringkali melakukan migrasi untuk mencari pakan yang mencukupi. Migrasi ini bisa sampai sejauh 1-2 km dari tempat semula. Pemukiman, gudang, maupun areal sekitar persawahan yang cukup pakannya, merupakan tujuan migrasinya (Anita, 2003).
c. Pengendalian
Pengendalian Kultur Teknis dapat dilakukan dengan Menanam padi secara serempak dengan batas minimal kurang lebih 314 ha. Jarak terakhir tanam dari yang pertama maksimal 10 hari. Bila varietas padi yang ditanam berbeda, diusahakan yang berumur lebih panjang ditanam lebih dahulu dan yang berumur pendek ditanam paling akhir. Hal ini bertujuan agar waktu panen dapat bersamaan. Meminimalkan tempat tinggal dan persembunyian tikus  dengan tinggi sekitar 15 cm dan lebar Pematang dibuat minimal, maksimal 20 cm. Pematang ini kurang disukai tikus untuk membuat sarang, karena tikus lebih memilih pematang dengan ketinggian dan lebar lebih dari 30 cm. Sanitasi atau menjaga kebersihan pematang di sekitar saluran irigasi dan tanggul-tanggul harus dibersihkan dari rerumputan dan semak belukar. Sisa-sisa jerami setelah panen secepatnya dibakar. Kemudian diikuti penggenangan air pada area persawahan. Kondisi optimum tikus untuk reproduksi maupun kelangsungan hidupnya adalah pada stadium masak susu sampai panen. Sehingga setelah panen mereka akan bersembunyi di bawah tumpukan jerami.
Pengendalian mekanis dapat dilakukan dengan pemasangan pagar plastik dikombinasi dengan pemasangan perangkap bubu saat mulai persemaian bibit. Jarak antar persemaian ini sekitar 300-400 m. Hasil akan lebih efektif bila persemaian terbatas dan dibuat terkonsentrasi pada beberapa tempat saja. Jumlah perangkap yang dipasang pada tiap persemaian adalah 2-4 pada sudut-sudut pagar. Pemasangan perangkap dilakukan setelah pemasangan pagar plastik setinggi 50 cm yang dilubangi sebesar ukuran dan letak pintu perangkap yang akan dipasang. Perangkap dipasang di atas papan di bagian dalam pagar. Lubang tempat perangkap tepat menempel dengan pintu masuk perangkap. Agar tikus tidak curiga, di bagian luar pagar di depan pintu masuk dibuat timbunan tanah, tempat bertengger tikus sebelum masuk ke lubang.
Pengendalian dengan cara geproyokan dilakukan dengan cara berburu tikus dengan  menangkap, membunuh, merusak dan membakar liang tikus, hal ini dilakukan dengan cara bersama-sama secara berkala, misalnya satu kali dalam seminggu, sampai hama tikus tidak mengganggu lagi.
Pengendalian hayati dilakukan dengan menggunakan predator atau musuh alami tikus seperti burung elang, burung hantu, ular sawah, dan kucing. Pengendalian hayati ini adalah pengendalian yang murah, efektif dan ramah lingkungan.
Pengendalian secara  kimia dilakukan dengan cara fumigasi liang (sarang). Cara ini akan efektif bila dilaksanakan saat padi baru berbunga atau saat padi belum bunting (stadium malai ) dan stadium pemasakan. Masa reproduksi dari tikus berada pada stadium ini. Sehingga tikus akan berada dalam liang beserta anakanaknya. Fumigasi atau pengemposan akan sangat berhasil terutama 2 – 4 minggu setelah panen atau menjelang pengolahan tanah. Perlu diperhatikan, agar tidak ada lubang yang bocor dan gas tidak ada yang keluar saat pengemposan. Pembongkaran sarang juga harus dilakukan karena terkadang gas tidak dapat menjangkau lokasi tikus berada di dalam sarang (Anita, 2003).
2.4 Kepinding Tanah
Kepinding tanah tergolong dalm famili Pentatomidae, ordo Hemiptera. Tiga jenis kepinding tanah yang penting di Asia yaitu, Scotinophara coarctata (F.), Scotinophara lurida (Burm.), dan Scotinophara vermiculata. Hama ini  menyerang tanaman padi dan dapat menyebabkan kehilangan hasil yang cukup tinggi. pada populasi yang tinggi, serangga ini dapat menyebabkan tanaman puso. Hama ini aktif pada sore dan  malam hari. Sedangkan pada siang hari ditemukan  di tengah-tengah tanaman atau di dalam lumpur dekat akar tanaman. Kepinding tanah tersebar di Negara Asia seperti Sri Langka, Asia Tenggara, Jepang, Cina, India, Pakistan dan Indonesia ( Harahap & Tjahjono, 1989).
a. Morfologi dan Siklus Hidup
Bentuk telur kepinding tanah  silendris dan berwarna merah muda kehijauan. Telur diletakkan dalam 2 atau 4 baris pada permukaan daun atau di seludang tanaman padi. Jumlah telur sekitar 30 butir. Nimfa yang baru menetas berwarna coklat. Setelah agak dewasa, nimfa berwarna hitam kecoklatan dan akan pindah kepangkal batang. Nimfa memerlukan cairan untuk perkembangannya. Nimfa bisa bersembunyi dalam keadaan inaktif di tempat yang lembab. Nimfa baru aktif lagi jika ada tanaman yang baru ditanam sekitar umur 3 minggu. Saat itu, kepinding kawin dan mulai bertelur. Umur imago kepinding bisa mencapai 7 bulan (Pracaya, 2007).
Imago berwarna coklat gelap dengan panjang tubuh 7 – 10 mm. Imago selalu bergerombol di pangkal batang padi tepat di atas permukaan air pada siang hari, sedangkan pada malam hari mereka aktif menghisap cairan tanaman. Imago dapat dorman dalam celah-celah tanah yang berumput. Jika keedaan menguntungkan imago akan terbang ke pertanaman padi dan hidup selama beberapa generasi. Imago betina mampu meletakkan telur sebanyak 200 butir selama hidupnya (Harahap & Tjahjono, 1989).
b. Gejala Serangan dan Kerusakan yang Ditimbulkan
Nimfa dan imago menghisap cairan tanaman pada pelepah daun, menyebabkan daun berubah warna menjadi coklat kemerahan dan kuning. Jika serangan terjadi pada fase pembentukan anakan maka tanaman menjadi kerdil dan anakannya sedikit. Serangan pada fase generatif menyebabkan malai kerdil, malai tidak lengkap, dan bulir hampa. Jika poulasi tinggi bisa mengakibatkan tanaman fuso dan gagal panen. Serangan hama ini dikategorikan berat  apabila ditemukan lebih kurang 100 imago dan nimfa dalam satu rumpun padi. Selain padi, kepinding tanah juga dapat hidup pada tanaman golongan rumput-rumputan yang lain seperti gandum, jagung, tebu, jajagoan, padi liar, Scirpus grossus, Hymenachne pseudointerrupta, Panicum sp., serta Scleria sumatrensis (Harahap & Tjahjono, 1989).
c. Pengendalian
Pengendalian kultur teknis dilakukan dengan membersihkan gulma-gulma di sawah sehingga sinar matahari dapat masuk kepangkal batang, dan dengan menanam varietas yang berumur singkat untuk mencegah meningkatnya populasi kepinding tanah. Selain itu pengendalian kepinding tanah juga dapat dilakukan dengan menggenangi sawah dengan air stelah panen, sehingga kepinding yang bersembunyi di sawah mati.
Pengendalian Biologi dapat dilakukan dengan cara melepaskan itik di sawah yang baru saja dipanen supaya kepinding dimakannya, menggunakan parasitoid telur Telenomus trispus dan Microphanurus artabazus. Kumbang predator Pterostichus microcephalus, Anchomenus dainio, Chlaenius pallipes. Jamur entomopatogen seperti Metarrizium anisopliae dan Oospora destructor (Harahap & Tjahjono, 1989).
III. PROGRAM KERJ
3.1 Tempat dan Waktu
            Kegiatan Bakti Profesi ini dilakukan di Desa Dhampulo Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 13 -4 Mret 2010 (Tabel 1).
Tabel 1. Jadwal Bakti Profesi di Desa Dhampulo Mahasiswa/i Jurusan Hama Penyakit Tumbuhan Universitas Syiah Kuala.

No
Hari/Tanggal
Waktu
Kegiatan
Keterangan
1
Sabtu
13 Maret 2010
09.00
WIB
Menuju ke tempat penyuluhan Dhampulo dan melakukan diskusi langsung dengan petani
Berangkat dari kampus

2
Minggu
14 Maret 2010
09.00
WIB
Menuju ke lapangan dan melihat secara langsung hama apa saja yang terdapat di areal persawahan tersebut
Berangkat dari kampus

3.2 Metode Kegiatan
            Kegiatan Bakti Profesi ini dilakukan dengan temu ramah dan berdiskusi dengan para petani kemudian dilanjutkan dengan kunjungan langsung kelapangan untuk melihat OPT apa saja yang terdapat pada tanaman padi.
IV. KEADAAN UMUM DAN LETAK GEOGRAFI
4.1 Keadaan Umum Daerah
Kabupaten Aceh Besar terletak antara 05o 33` LU dan 05o 20` BT. Kecamatan Ingin Jaya adalah salah satu kecamatan yang ada di Aceh Besar yang beribu  kota Lambaro, memiliki luas wilayah 99.18 Ha, dengan jumlah penduduk 27.787 jiwa, 10 Pemukiman, 54 Desa dan satu Kelurahan (Sekdakab Aceh Besar, 2009).
Batas wilayah Kecamatan Ingin Jaya adalah sebagai berikut:
-          Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kuta Lambaro
-          Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Montasik
-          Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Darul Imarah
-          Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Suka Makmur (Sekdakab Aceh Besar, 2009).
Kecamatan Ingin Jaya memiliki 10 Kemukiman, luas wilayah kecamatan 7357 km. untuk selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2. Nama Desa dan Luasnya dalam Kecamatan Ingin Jaya

No
Kemukiman
Nama Desa
Luas Desa (Ha)
1
Lamteungoh
Kelurahan Lambaro
343


Bada
325


Pasi Lubok
159


Lampreh
245


Ujong XII
231


Lateungoh
286

Tabel 2. (Lanjutan)
No
Kemukiman
Nama Desa
Luas Desa (Ha)


Meunasah Baktrieng
75


Lueng Le
70


Rumput
80


Lamgapang
105




2
Lam Ujong
Meunasah Mayang
65


Meunasah Baet
60


Meunasah Intan
75


Gla Meunasah Baro
80




3
Pango
Gila Dayah
46


Miruk
65


Lampeureume
58




4
Lam Garot
Bakoi
61


Meunasah Mayang L.G
62


Meunasah Tutong
70


Meunasah Dayah
75


Meunasah Baro
80


Siron
85




5
Gani
Pasi
87


Ateuk Anggok
65


Ateuk Lueng
70


Teubang Phui
75


Bueng Ceukok
75

Tidak ada komentar:

Posting Komentar