Oleh:
EKA PUTRA
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Karet (Hevea brasiliensis Muell.-Arg) berasal dari Brazilia, Amerika Selatan, mulai dibudidayakan di Sumatera Utara pada tahun 1903 dan di Jawa pada tahun 1906. Tanaman ini berasal dari sedikit semai yang dikirimkan dari Inggris ke Bogor pada tahun 1876, sedangkan semai-semai tersebut berasal dari biji karet yang dikumpulkan oleh H. A. Wickman, kewarganegaraan Inggris, dari wilayah antara Sungai Tapajoz dan Sungai Medeira di tengah Lembah Amazon (Semangun, 2000).
Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Universitas Free, Belanda, pada tahun 2020 mendatang kebutuhan karet dunia mencapai lebih dari 13,472 juta ton karet alam. Padahal kemampuan negara-negara produsen karet alam untuk memenuhinya hanya sekitar 7.8 jut ton. Bagi Indonesia, meningkatnya kebutuhan karet alam dunia memberikan harapan yang cerah karena peluang untuk mengisi pasar internasional semakin terbuka (Semangun, 2000).
Di Indonesia karet alam merupakan komoditas strategis terutama ditinjau dari total area (3,1 juta ha), sumber devisa (lebih dari 1 milyar US$), jumlah penduduk yang mata pencariannya bergantung pada perkaretan (12 juta jiwa) dan perannya sebagai pelestari lingkungan (Setyamidjaja, 1993). Selain sebagai sumber devisa, karet juga digunakan untuk bahan baku di dalam negeri terutama untuk industri ban (Setyamidjaja, 1993).
Sebagai negara produsen kedua terbesar di dunia pada saat ini, Indonesia berpeluang besar untuk menjadi produsen utama dalam dekade-dekade mendatang. Potensi ini dimungkinkan karena Indonesia mempunyai sumber daya yang sangat memadai untuk meningkatkan produksi dan produktivitas, baik melalui pengembangan areal baru maupun melalui peremajaan areal tanaman menggunakan klon-klon unggul. Namun, harapan ini akan berjalan dengan baik jika langkah-langkah strategis penanganan operasional dapat dilaksanakan dengan baik. Pada saat yang sama, negara-negara pesaing indonesia dengan sistem kelembagaan peremajaan tanaman karetnya yang lebih mapan, juga sedang menata diri untuk merebut pasar karet yang sangat prospektif dalam dua dekade mendatang (Depertemen Pertanian, 2007).
Dengan melihat adanya peningkatan permintaan dunia terhadap komoditi karet dimasa mendatang, maka upaya untuk meningkatkan produksi dan pendapatan melalui budidaya tanaman karet yang baik bisa merupakan langkah yang efektif untuk dilaksanakan. Untuk itu pengetahuan yang memadai tentang penaganan karet secara baik sangatlah penting dilakukan guna menunjang perkembangan perkebunan Karet di Indonesia.
Penyakit sering menimbulkan kerugian yang cukup berarti pada tanaman karet. Setiap tahun kerugian yang ditimbulkannya bisa mencapai jutaan rupiah dari setiap hektar tanaman karet. Biasanya kerugian tersebut tidak hanya disebabkan oleh rusaknya tanaman karet saja, tetapi juga oleh biaya pengendalian penyakit yang sangat mahal (Anonimus, 2008).
Lebih dari 25 jenis penyakit yang dapat menimbulkan kerusakan diperkebunan karet. Namun penyakit terpenting pada tanaman karet adalah jamur akar putih (JAP), jamur upas, penyakit daun dan kekeringan alur sadap (KAS). Jamur upas adalah penyakit yang dapat menyebabkan patahnya dahan dan ranting keret, Serangan penyakit ini terdapat pada segala tingkat umur tanaman keret, dan sangat berbahaya terutama pada tanaman muda yang belum disadap. Serangan pada tingkat umur demikian dapat berakibat parah, karena daya tahan pohon terhadap serangan penyakit ini masih belum kuat (Direktorat Perlindungan Tanaman, 2003).
Jamur biasanya terjangkit pada kebun-kebun karet yang memiliki tajuk rindang, terutama pada musim hujan yang kondisi cuacanya sangat lembab dan cahaya matahari kurang dapat menembus tajuk-tajuk pohon yang rindang. Gejala serangan jamur upas biasanya dimulai dengan timbulnya bercak-bercak putih yang besar pada bagian kulit batang/cabang, yang terus menerus berkembang jika keadaan lingkungkungan mendukung, kelembapan yang tinggi adalah salah satu faktor pendukung perkembangan jamur upas (Setyamidjaja, 1993).
Untuk mengatasi penyakit karet tersebut, terutama penyakit jamur upas, cara-cara pengendalian harus dilakukan dengan konsep yang sesuai, cepat dan tepat, hal ini dilakukan agar dapat mengurangi kerugian yang ditimbulkan penyakit tersebut. Sebaiknya usaha pencegahan lebih diutamakan dari pengobatan sehingga diperlukan pengamatan sedini mungkin secara berkala dan terus menerus (Anonimus, 2008).
Diagnosa penyakit yang cepat dan tepat akan sangat menentukan keberhasilan pengendalian penyakit. Sampai saat ini, cara-cara pengendalian penyakit karet yang dianjurkan dapat berupa kombinasi dari aspek kultur teknis, manipulasi lingkungan, dan atau penggunaan pestisida, atau masing masing aspek tersebut. Khusus dalam penggunaan pestisida, perlu diperhatikan akan dampak negatifnya terhadap manusia, lingkungan, tanaman, dan organisme pengganggu (OPT) itu sendiri (Sujatno, 2007).
1.2. Tujuan
Tujuan dari Praktek lapang ini adalah untuk mengetahui gejala serangan jamur upas dan teknik pengendaliannya pada tanaman karet di Balai Penelitian Sungei Putih, Galang, Deli Serdang Sumatera Utara.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi Tanaman Karet
Tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell.-Arg) dalam sistem klasifikasi digolongkan dalam:
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Hevea
Spesies : Brasilensis (Muell.- Arg).
2.2. Syarat Tumbuh Tanaman Karet
a. Iklim
Tanaman karet adalah tanaman daerah tropik. Daerah penanaman di Indonesia adalah pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan, terletak pada zona antara 150LS dan 150LU. Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman karet tidak kurang dari 2500 mm/tahun, optimal antara 2500-4000 mm/tahun, yang terbagi dalam 100-150 hari hujan. Ketinggian tempat untuk pertumbuhan tanaman karet adalah 0-600 m dpl, dan optimal pada ketinggian 200 m dpl. Setiap kenaikan 100 m maka matang sadap lebih lambat 6 bulan. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman karet adalah 20-35 0C dengan kelembaban 75-90% dan kecepatan angin tidak terlalu kencang karena dapat mengakibatkan batang patah atau pohon tumbang (Setyamidjaja, 1993).
b. Tanah
Tanaman karet dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, baik pada tanah-tanah vulkanis muda ataupun vulkanis tua, alluvial dan bahkan tanah gambut. Tanah tanah vulkanis umumnya memiliki sifat-sifat fisika yang cukup baik, terutama dari segi struktur, tekstur, solum, kedalaman air tanah, aerasi, dan drainasenya, akan tetapi sifat-sifat kimianya umumnya sudah kurang baik, karena kandungan haranya relatif rendah. Tanah–tanah alluvial umumnya cukup subur, tetapi sifat fisiknya terutama drainase akan menolong perbaiki keadaan tanah ini .
Reaksi tanah yang umum ditanami karet mempunyai pH antara 3.0 – 8.0. pH tanah di bawah 3.0 atau di atas 8.0 menyebabkan pertumbuhan tanaman yang terhambat. Sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet adalah sbb :
solum cukup dalam, sampai 100 cm atau lebih, tidak terdapat batu-batuan,
- aerasi dan drainase baik,
- remah, poros dan dapat menahan air
- tekstur terdiri atas 35% liat dan 30% pasir,
- tidak bergambut, dan jika ada tidak lebih tebal dari 20 cm,
- kandungan unsur hara N, P dan K cukup dan tidak kekurangan unsur mikro,
- kemiringan tidak lebih dari 16 %,
- permukaan air tanah tidak kurang dari 10 cm, (Setyamidjaja 1993).
2.3. Deskripsi Peyakit Jamur Upas Corticium salmonicolor
a. Penyebab Penyakit
Penyakit jamur upas karet disebabkan oleh jamur Coticium salmonicolor B. et Br. Oleh Venkatarayan (1950) dinamakan Botryobasidium salmonicolor (B. Et br) Venk. Julich (1975) menamakan Pellicalaria salmanicolor (B. et Br) Dast. Tjokrosoedormo (1983) menamakan Upasia salmanicolor (B. et Br) Tjokr. Meski sampai sekarang masih dikenal dengan nama Corticium salmonicolor (Semangun, 2000).
b. Gejala Penyakit
Biasanya penyakit ditemukan pada percabangan atau pada bagian bawah percabangan dan atau ranting. Serangan awal dari Corticium salmonicolor ditandai dengan adanya benang-benang halus yang mirip dengan benang laba-laba pada bagian cabang yang diserang, pada tingkat permulaan serangan penyakit ini umumnya belum nampak tanda-tanda penyakit pada tajuk, karena pertumbuhan hifa-hifa cendawan masih terbatas pada permukaan kulit saja. Pada tahap ini pengamat yang belum terlatih akan mengalami kesulitan untuk menetapkan gejala penyakit tersebut. Tahap selanjutnya patogen membentuk kumpulan-kumpulan hifa yang dilanjutkan dengan pembentukan kerak yang berwarna merah jambu (warna pink=salmonicolor). Pada permukaan lapisan cendawan terbentuk sejumlah besar spora cendawan yang mudah menyebar oleh angin, dan percikan air. Kemudian akan terbentuk jenis spora sempurna, stadium corticium juga bisa menghasilkan spora tidak sempurna (inferfect stage), yaitu tingkatan Necator decretus, berupa bentuk –bentuk kecil berwarna merah jingga yang masing-masing mengandung sejumlah besar spora.
Pada tingkat kritis ini benang-benang cendawan telah berhasil menembus kulit, dimana kemudian terjadi luka-luka yang dapat mengakibatkan keluarnya tetesan-tetesan lateks di sekitarnya. Di sebelah bawah tempat serangan pada kulit yang masih sehat kemudian tumbuh tunas-tunas baru yang berasal dari mata tidur.
Jika serangan jamur ini tidak segera dikendalikan, terutama sampai melingkari kulit dahan, akhirnya akan menyebabkan matinya tajuk dahan. Tanda-tanda yang khas adalah: layunya daun yang kemudian mengering dan tetap menggantung pada pohon selama beberapa waktu. Lapisan kerak jamur upas lambat laun akan berubah warna menjadi lebih pucat, terutama pada cuaca kering. Kulit dahan di bawah kerak jamur upas itu kemudian membusuk kering berwarna kehitaman dan timbul pecah-pecah yang dalam dan sampai ke bagian kayu, dapat mengakibatkan mengelupasnya kulit yang telah kering, jika telah seperti ini, maka dahan atau ranting akan mudah patah apabila angin agak kencang (Setyamidjaja, 1993).
c. Daur Penyakit
Jamur upas mengadakan infeksi pada dahan dan ranting, patogen bersumber dari tanaman disekitar yang telah terinfeksi dan sakit duluan, patogen dapat menyebar melalui angin, percikan air hujan dan lain-lain. Setelah mengadakan infeksi, dalam waktu beberapa hari jamur pada dahan atau ranting akan menghasilkan banyak sporangium, sporangium ini akan tersebar lagi ke tanaman-tanaman yang lainnya.
Corticium salmanicolor dapat bertahan pada ranting dan dahan tanaman yang telah terserang dalam waktu yang agak lama, apabila kelembaban tinggi, maka jamur akan menyebar dan berkembang dengan pesat, suhu yang sesuai untuk perkembangan spora jamur upas berkisar antara 20- 270C.
d. Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit
Penyakit jamur upas banyak dijumpai pada klon-klon yang bertajuk rindang dan pada tanaman muda berumur 4 - 12 tahun yang ditanam pada areal yang selalu lembab. Di daerah dekat persawahan atau rawa dan sungai merupakan daerah yang selalu lembab. Penyakit jamur upas biasanya berjangkit pada musim hujan atau pada keadaan yang sangat lembab atau berkabut. Disamping faktor-faktor tersebut kerentanan klon karet juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan penyakit. Klon-klon karet yang rentan terhadap jamur upas antara lain GT 1, RRIM 600, RRIM 623, PR 255, PR 300, PR 226, dan PR 228 (Setyamidjaja, 1993).
III. KEADAAN UMUM BALAI PENELITIAN SUNGEI PUTIH
3.1 Letak dan Luas Wilayah
Balai Penelitian Sungei Putih terletak di Desa Sungei Putih, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Balai ini berada sekitar 60 Km dari kota Medan. Dapat dicapai dalam waktu 90 menit dengan kendaraan roda 2 dan 4. Balai ini berada pada ketinggian ± 80 m Dpl.
Lokasi ini berbatasan dengan :
ü Sebelah utara berbatasan dengan Desa Petumbukan
ü Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Galang dan PTPN III Sungei Karang
ü Sebelah selatan berbatasan dengan Tanjung Purba
ü Sebelah barat berbatasan dengan Desa Bangun Purba dan areal PT. Serdang Tunggal.
Balai Penelitian Sungei Putih memiliki Kebun Percobaan yang berbatasan dengan areal PT. Perkebunan Nusantara III di sebelah Utara, Selatan, dan Timur dan areal PT. Serdang Tunggal dan areal penduduk di sebelah Barat. Kebun Percobaan memiliki peranan yang penting karena selain sebagai tempat pelaksanaan penelitian bagi peneliti Balai Penelitian Sungei Putih juga sebagai sumber dana melalui tanaman produktif yang ada di Kebun Percobaan. Luas kebun percobaan yang ada di Sungei Putih 427,04 ha yang terdiri dari tanaman karet yang telah menghasilkan 188,77 ha (44,20%), tanaman karet belum menghasilkan 178,62 ha (41,82%) yang termasuk di dalamnya plasma nutfah dan kebun persilangan, kebun kayu okulasi (KKO) 10 ha (2,34%), tanaman kelapa sawit yang telah menghasilkan 12 ha (2,8%), dan tanaman kelapa sawit yang belum menghasilkan 37,65 ha (8,81%). Klon-klon tanaman karet yang ditanam di Kebun Percobaan Sungai Putih antara lain: PB 260, PB 330, PB 340, IRR 118, IRR 112, IRR 104, IRR 39, RRIM 921, dan BPM 107.
Beberapa penyakit yang menyerang pertanaman karet di Kebun Percobaan adalah penyakit jamur akar putih Rigidoporus lignosus, jamur upas Corticium salmonicolor, kanker garis Phytophthora palmivora, mouldy rot Ceratocystis fimbriata, brown blast, embun tepung Oidium heveae, antraknos Colletotrichum gloeosporioides, penyakit gugur daun Corynespora cassiicola, bercak daun Helminthosporium Helminthosporium heveae, layu pembibitan Fusarium sp.
Kegiatan yang ada di Kebun Percobaan Balai Penelitian Sungei Putih antara lain pembibitan, eksploitasi, pemeliharaan, administrasi dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 65 orang yang terdiri dari 29 pegawai dan 36 tenaga harian lepas. Selain itu masih ditambah karyawan pemborong untuk pekerjaan yang tidak tetap melalui mekanisme borongan.
Hasil tanaman karet yang dihasilkan kebun percobaan dijual dalam bentuk lateks, lump, skrep dan slab. Lateks adalah getah karet yang masih dalam bentuk cair, lum yaitu getah karet yang telah menggumpal di mangkuk penampung, sedangkan slab adalah lateks yang dibekukan. Produksi lateks pada tahun 2005 sebesar 279.575 kg atau rata-rata 23.279 kg tiap bulannya, hasil lum pada tahun 2005 sebesar 29.291 kg dengan rata-rata per bulan 2.490 kg. Penjualan slab tahun 2005 sebesar 77.790 kg atau 6.482 kg tiap bulannya. Hasil tanaman sawit yang dipanen dari kebun percobaan dijual dalam bentuk tandan buah segar dengan mekanisme tender yang dilakukan pihak kebun.
3.2. Sejarah Balai
Balai penelitian Sungei Putih sebelumnya adalah Pusat Penelitian Sungei Putih, menjadi Balai pada tanggal 1 Juni 2003 daan sekarang Pusat Penelitian karet berada di Tanjung Morawa, Medan. Balai penelitian lainnya yang berada di bawah naungan Pusat Penelitian Karet adalah Balai penelitian Sembawa (Sumatera Selatan), Balai penelitian Karet Bogor (Jawa Barat) dan Balai penelitian Getas (Jawa Tengah). Perubahan nama Balai Penelitian karet Sungei Putih memang sering terjadi sebelumnya. Sejak berdiri (1981) bernama Pusat Penelitian Karet Sungei Putih sampai tahun 1989. Pada 3 Juli 1989 menjadi Balai, kamudian menjadi Pusat Penelitian sampai mei 2003 dan sekarang menjadi Balai Penelitian Sungei Putih.
Balai Penelitian Sungei Putih yang sebelumnya bernama pusat penelitian karet didirikan dengan SK Menteri Pertanian RI No 790/Kpts/org/09/1981. Pada tanggal 11 september 1981 berada di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Depertemen Pertanian.
3.3. Iklim, Tofografi dan Jenis Tanah
a. Iklim
Salah satu indikator yang sangat penting adalah dimana dapat menggambarkan situasi cuaca Balai Penelitian Sungei putih, salah satunya adalah curah hujan, data ini sangat diperlukan sebagai pedoman kultur teknis dan intensitas serangan penyakit tanaman keret yang bisa ditentukan oleh kelembaban. Data curah hujan Balai penelitian Sungei Putih dapat dilihat pada tabel 1 berikut:
Tabel 1. Data Curah Hujan Balai Penelitian Sungei Putih Tahun 2007 - 2008
No. | Bulan | 2007 | 2008 | ||
CH (mm) | HH | CH (mm) | HH | ||
1 | Januari | 94 | 6 | - | - |
2 | Februari | 62 | 3 | - | - |
3 | Maret | 26 | 2 | 198 | 9 |
4 | April | 175 | 9 | 193 | 9 |
5 | Mei | 405 | 12 | 222 | 7 |
6 | Juni | 109 | 4 | 85 | 7 |
7 | Juli | 225 | 7 | 208 | 6 |
8 | Agustus | 241 | 5 | 213 | 6 |
9 | September | 239 | 6 | 435 | 9 |
10 | Oktober | 180 | 3 | 218 | 8 |
11 | November | 151 | 13 | 154 | 7 |
12 | Desember | 179 | 4 | 163 | 5 |
Jumlah | 2086 | 74 | 2089 | 73 |
ceratocystis ada gk bahannya?
BalasHapusTrimakasih pak eka...bisakah ditampilkan gambar dan morfologi jamur penyebab penyakit karet secara lengkap?
BalasHapus